Mencegah Balita Kerdil Akibat Kekurangan Gizi
Mencegah Balita Kerdil Akibat Kekurangan Gizi
Kedaulatan Rakyat
en
Article
text
Di saat kita sedang ramai membicarakan masalah kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk di kabupaten Asmat provinsi Papua, sebenarnya kita juga masih menyimpan masalah kesehatan yang tidak kalah berat dan belum terselesaikan. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kemenkes RI tahun 2013, yang merupakan Riskesdas terakhir sebelum tahun 2018, menunjukkan hampir 9 juta (sekitar 37,2%) anak balita (bawah lima tahun) di Indonesia mengalami kerdil. Angka ini meningkat dari tahun 2010 yang hanya sebesar 35,6%. Padahal organisasi kesehatan dunia (WHO) membatasi maksimal hanya 20%. Dari laporan yang sama, Daerah Istimewa Yogyakarta masih memiliki prevalensi balita kerdil sebesar 29%. Indonesia juga menjadi negara dengan prevalensi balita kerdil kelima terbesar di dunia.
Kerdil atau pendek (stunting) merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis atau kekurangan asupan gizi dalam waktu lama. Kerdil terjadi sejak bayi dalam kandungan karena saat hamil ibu kurang mengonsumsi makanan bergizi sehingga mengakibatkan anak terlalu pendek untuk usianya. Kerdil biasanya baru akan nampak setelah anak berusia dua tahun. Sebelum usia tersebut kerdil memang tidak mudah dilihat. Kemenkes RI menjelaskan bahwa balita pendek (stunting) dapat diketahui bila dibandingkan standar baku WHO-MGRS (World Health Organization-Multicentre Growth Reference Study), panjang badan atau tinggi badan seorang balita berada di bawah normal, yakni memiliki nilai z-score kurang dari -2 standar deviasi (pendek) dan nilai z-score kurang dari -3 standar deviasi (sangat pendek).