HUBUNGAN TINGGI BADAN IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 24 – 59 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS MINGGIR, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA TAHUN 2016

HUBUNGAN TINGGI BADAN IBU DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 24 – 59 BULAN DI WILAYAH PUSKESMAS MINGGIR, KABUPATEN SLEMAN, YOGYAKARTA TAHUN 2016
2017-09-05
en
Thesis
text
Indonesia masih menghadapi tantangan dalam permasalahan gizi, hal ini dapat dilihat dari masih tingginya prevalensi anak pendek/stunting pada balita. Data Riskesdas 2013, mencatat prevalensi stunting nasional mencapai 37,2%. Laporan pemantauan status gizi (PSG) di Kabuapten Sleman DIY tahun 2015, menyebutkan bahwa Puskesmas Minggir merupakan wilayah dengan prevalensi tertinggi kejadian stunting di Kabupaten Sleman dengan prevalensi sebesar 19,67%. Stunting pada anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah faktor genetik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tinggi badan ibu dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di Wilayah Puskesmas Minggir. Penelitian observasional dengan desain case control pada anak usia 24-59 bulan yang berada di Wilayah Puskesmas Minggir. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling dengan jumlah sampel 35 subyek pada setiap kelompok. Stunting dikategorikan berdasarkan skor TB/U < -2 SD menurut tabel standar antropometri KEPMENKES RI. Tinggi badan ibu dan anak diukur dengan microtoise. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dengan melihat Odds Ratio (OR). Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tinggi badan ibu berhubungan dengan stunting pada anak usia 24-59 bulan (p=0.001;OR=6.35), artinya tinggi badan ibu pendek (< 150 cm) meningkatkan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan signifikan antara tinggi badan ibu dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan.